Rencana Penawaran Umum dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu
("HMETD") dengan realisasi pengeluaran saham baru atau biasa disebut
Right Issue dari PT BW Plantation Tbk ("BWPT") yang disampaikan BWPT
melalui surat pada tanggal 16 September ke Dewan Komisioner Otoritas Jasa
Keuangan (“OJK”) dan 19 September 2014 ke
PT Bursa Efek Indonesia (“BEI”) seperti petir di siang bolong. Baru saja awal
September 2014 ini diberitakan bahwa 21,548% saham BWPT diakuisisi oleh
Pegasus CP One Shares Class C dan Matacuna Group yang didirikan di British
Virgin Islands dan dikendalikan oleh PT Rajawali Corpora, lalu seperti tidak mau
membuang waktu BWPT langsung bersiap-siap melakukan aksi korporasi berupa Right Issue. Semakin jelas
terbukti bahwa akuisisi 21,55% adalah serangkaian "acara" back door listing dari PT Rajawali
Corpora.
Seperti yang telah diberitakan di media massa bahwa PT Rajawali
Corpora yang dimiliki oleh konglomerat Bapak Peter Sondakh sangat gencar
melakukan ekspansi bisnis dan salah satunya adalah ekspansi bisnis perkebunan
kelapa sawit ("CPO"). Dimulai pada tahun 2006, di mana PT Rajawali Corpora pertama kali terjun ke bisnis perkebunan
CPO yang beroperasi di Kalimantan Timur dan Sumatera yang dalam sub-holding PT
Jaya Mandiri Sukses Group. Lalu tahun 2008, melalui PT Tandan Sawita
Papua, Rajawali membuka perkebunan CPO seluas 26.300 hektare di Distrik Arso
Timur, Kabupaten Keerom. Ekspansi terus berlanjut sampai saat ini dan tidak
main-main akhirnya PT Rajawali Corpora melakukan akuisisi saham BWPT yang
merupakan emiten CPO ke-enam terbaik di Indonesia setidaknya di kuartal I 2014
ini.
Kaget? Jelas kaget bagi investor retail pasti
situasi ini menyebalkan. Karena Right
Issue BWPT ini tentunya saja mengakibatkan jumlah kepemilikan saham
investor akan terdilusi apabila para pemegang saham public dari BWPT saat ini tidak
menggunakan hak memesan efek. Dan seperti yang sudah-sudah, Right Issue memang disukai para emiten
karena menghasilkan uang tunai (cash!) tetapi dibenci investor karena berita Right Issue dapat menjatuhkan harga
saham tersebut mendekati harga fundamentalnya.
Kira-kira apa yang membuat PT Rajawali Corpora
melakukan akuisisi BWPT yang bertujuan back
door listing ini?
Saham Ibu mengira penyebabnya adalah Pasal 17 dari
Peraturan Menteri Pertanian No. 98/PERMENTAN/OT.140/9/2013 ("Permentan
No.98/2013") yang merupakan revisi dari Permentan sebelumnya (No.
26/PERMENTAN/2007) dimana Pemerintah RI melalui revisi ini bertujuan untuk
menekan kepemilikan lahan satu perusahaan dan kelompok usaha. Permentan
No.98/2013 mengatur satu kelompok usaha dapat menguasai lahan perkebunan
sebesar maksimal 100.000 hektare untuk satu komoditas, tidak terkecuali CPO. Namun
ketentuan pembatasan lahan di atas tidak berlaku bagi BUMN, BUMD, Koperasi dan
Perusahaan Tbk. (go public) dimana
sebagian besar sahamnya dimiliki oleh masyarakat.
Sepertinya PT Rajawali Corpora tidak mau
ekspansi bisnisnya terbentur Permentan No. 98/2013 dan tidak mau pusing-pusing
melakukan prosedur penawaran umum perdana atau yang sering disebut IPO (Initial Public Offering). Maka langkah
terbaik dan termudah bagi PT Rajawali Corpora adalah mengakuisisi emiten yang
bidang usahanya bergerak di perkebunan CPO dimana menurut prediksi Saham Ibu,
nantinya BWPT akan dijadikan "holding" atau induk perusahaan dari
seluruh perusahaan perkebunan kelapa sawit di bawah PT Rajawali Corpora setelah
Right Issue BWPT dilaksanakan. Hal
ini bisa terlihat dari surat BWPT tertanggal 16 September 2014 kepada Dewan
Komisioner OJK tentang rencana akuisisi saham oleh BWPT yang dapat dikatakan
termasuk transaksi material dan transaksi afiliasi.
Menurut informasi dari
Bloomberg Businessweek, setelah Right
Issue BWPT, nantinya PT Rajawali Corpora akan menguasai 54,77% saham
BWPT (dari sebelumnya 21,55%). Sebuah ide yang brilian yang pastinya
menguntungkan bagi PT Rajawali Corpora dan para pemegang saham BWPT yang 21,55%
saham mereka di BWPT dibeli oleh PT Rajawali Corpora. Namun berita buruk bagi
masyarakat publik yang memiliki 28,29% BWPT (sumber: Laporan Tahun 2013 BWPT)
karena saham mereka akan terdilusi apabila tidak menggunakan HMETD. Dan sebagai
investor yang memiliki dana yang besar, PT Rajawali Corpora dengan mudah “mendepak”
porsi kepemilikan saham publik dengan upcoming Right Issue ini.
Wah padahal BWPT salah satu emiten yang
melakukan paparan public atau public
expose di Investor Summit tanggal 21 Agustus 2014 di kota Surabaya.
Semoga OJK dan BEI bisa bertindak bijaksana
dalam hal ini untuk melindungi kepentingan investor retail/masyarakat publik.
Tulisan ini dibuat di hari keempat saham BWPT
di-suspen oleh BEI (dimulai pada hari Rabu tanggal 17 September 2014).
Jakarta, 22 September 2014
Saham Ibu
No comments:
Post a Comment